DiSebuah surau kecil disudut kota sederhana tergeletak sebuah sajadah lusuh. Aku memasuki surau dengan perasaan heran daya Tarik dan suasana surau terlalu sendu dibandingkan tidak jauh nya surau dari jalan raya. Aku melangkah kaki pertama memasuki surau tersebut. Seorang marbot menyapa ku “ ingin sholat”? ucapnya. Aku hanya menganggukan kepala. Sempat tersentak dibenak ku seorang marbot yang masih muda. Tapi realitanya seorang marbot ini sudah menggunakan tongkat aku perlahan bertanya . kakek orang sini? ( Tanya ku berhati hati). Kakek itu menjawab dengan penuh semangat, “iya “. Aku menjalan kan sholat dengan khusyuk. Beberapa menit sholat ku pun selesai. Seorang kakek tadi sedang membersihkan wc surau. Terlintas di benakku siapakah anaknya sehingga tega membiarkan ayahnya bekerja seberat ini. Aku menghampiri kakek perlahan. “ kakek istirahat saja biar saya yang membersihkan wc nya “ ujarku. Kakek hanya tersenyum diam, lalu menyerahkan alat pembersih wc padaku. Setelah selesai aku membersihkan wc. Aku duduk terdiam melihat kakek sedang makan. Aku memulai obrolan “ kek , kok kakek sudah lansia masih kerja seperti ini ? kakek menjawab” ini cita cita kakek “. Lalu aku terdiam “ anak kakek dimana? Tanya ku. “anak kakek dirumah nya masing masing jawabnya dengan penuh ketenangan. “ apa mereka tidak marah melihat kakek bekerja seperti ini? “ Tanya ku. Kakek tersenyum, anak kakek sekarang sibuk dek, sama kayak kakek dulu terlalu sibuk dalam urusan dunia sehingga kakek dulu terlupa bahwa semuanya titipan semata. Dulu ayah kakek ingin sekali kakek menjadi orang yang mendedikasikan hidupnya untuk umat. Tapi kakek malah sibuk dengan usaha usaha yang menghasilkan ratusan juta. Setelah kakek memiliki segalanya tapi kakek kehilangan arah hidup. Yaitu kakek kehilangan orang tua kakek dan kakek tidak pernah sempat membahagiakan mereka setelah akhirnya kakek sadar bahwa harta bukan lah segalanya. Tapi sunnatullah berlaku pada kakek setelah kakek mulai punya anak, anak bersikap sama seperti kakek dahulu. Akhirnya mereka terlupa dengan kakek sampai istri kakek meninggal mereka hanya mampu bertahan satu hari dirumah kakek. Akhirnya setelah kejadian itu kakek memilih untuk menjual semua barang kakek dan menjadi marbot dan pergi dari kehidupan anak anak kakek.
Dari kisah kakek ini aku mengambil pelajaran bahwa kesuksesan hidupitu bukan apa yang kita miliki tetapi tentang seberapa banyak dedikasi kita terhadap umat terkhusus nya sebagai orang mukmin.
Bahwa bukan banyak harta patokan kebahagian tapi keluarga percayalah surga itu dekat ada pada orang tua kita. Sebagaimana pada hadis menceritakan tentang seorang yang ingin berjihad membantu rasul, lalu rasul bertanya apakah dia masih memiliki orang tua? Lalu ia menjawab masih kedua dua nya. Lalu rasul mengatakan urus dan temani mereka itu lebih penting dari jihad.
Pelajaran ini sangat berharga terkhusus untuk calon orang tua bahwa rubah mainset pikiran yang terpaku pada harta terkhusus calon generasi yaitu anak kita nanti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
generasi milenial dan musik tradisional
Tak diragukan lagi, bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, ratusan bahkan mungkin ribuan, baik budaya yang berupa benda maupun...
-
Tak diragukan lagi, bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, ratusan bahkan mungkin ribuan, baik budaya yang berupa benda maupun...
-
DiSebuah surau kecil disudut kota sederhana tergeletak sebuah sajadah lusuh. Aku memasuki surau dengan perasaan heran daya Tarik dan suasa...
-
Disebuah panggung utama pada perayaan HUT RI ke 74 , dari barisan kumpulan polisi beserta bhayangkari nya. Terlihat sosok wajah ayu gadis...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar